UNDANG-UNDANG
KETENAGAKERJAAN
BAB VII
PERLINDUNGAN,
PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN
Bagian Kesatu
Perlindungan
Pasal 95
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan anak.
(2) Tidak dianggap sebagai
mempekerjakan anak
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) apabila :
a. pekerjaan yang dilakukan
semata-mata oleh anggota
satu keluarga yang sama;
b. pekerjaan untuk keperluan
rumah dan halaman,
sepanjang dilakukan oleh
anggota keluarga secara
gotong royong menurut
kebiasaan setempat;
c. pekerjaan yang dilakukan
oleh siswa sekolah teknik dan
kejuruan untuk umum yang
diawasi oleh Pemerintah;
d. pekerjaan di rumah
penampungan baik milik
Pemerintah maupun swasta,
usaha-usaha sosial atau
yayasan, dan Balai
Pemasyarakatan Anak.
Pasal 96
(1) Larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 tidak
berlaku bagi anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja.
(2) Bagi pengusaha yang
mempekerjakan anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib
memberikan perlindungan.
(3) Perlindungan anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a. tidak mempekerjakan anak
lebih dari 4 (empat) jam
sehari;
b. tidak mempekerjakan anak
antara pukul 18.00 sampai
pukul 06.00;
c. memberikan upah sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku sebanding dengan jam
kerjanya;
d. tidak mempekerjakan anak
dalam tambang bawah tanah,
lubang di bawah permukaan
tanah, tempat mengambil
mineral logam dan bahan-
bahan galian lainnya dalam
lubang atau terowongan di
bawah tanah termasuk dalam
air;
e. tidak mempekerjakan anak
pada tempat-tempat dan/atau
menjalankan pekerjaan yang
sifat pekerjaannya dapat
membahayakan kesusilaan,
keselamatan, dan kesehatan
kerjanya;
f. tidak mempekerjakan anak
di pabrik di dalam ruangan
tertutup yang menggunakan
alat bermesin;
g. tidak mempekerjakan anak
pada pekerjaan konstruksi
jalan, jembatan, bangunan air,
dan bangunan gedung; dan
h. tidak mempekerjakan anak
pada pemuatan,
pembongkaran, dan
pemindahan barang di
pelabuhan, dermaga,
galangan kapal, stasiun,
tempat pemberhentian dan
pembongkaran muatan, serta
di tempat penyimpanan
barang atau gudang.
(4) Ketentuan mengenai
pekerjaan yang berbahaya
lainnya dan tata cara
mempekerjakan anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 97
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan orang muda
untuk melakukan pekerjaan :
a. di dalam tambang bawah
tanah, lubang di bawah
permukaan tanah, tempat
mengambil mineral logam dan
bahan-bahan galian lainnya
dalam lubang atau
terowongan di bawah tanah
termasuk dalam air ;
b. pada tempat-tempat kerja
tertentu yang dapat
membahayakan kesusilaan,
keselamatan, dan kesehatan
kerja;
c. pada waktu tertentu malam
hari.
(2) Larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal orang
muda :
a. mengikuti pendidikan dan
pelatihan kerja;
b. melakukan pekerjaan yang
sifat pekerjaannya sewaktu-
waktu harus turun di bagian-
bagian tambang dan lubang di
dalam permukaan tanah.
(3) Ketentuan mengenai
larangan orang muda yang
bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf b, dan ketentuan
mengenai waktu tertentu
malam hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf
c yang berhubungan dengan
jenis pekerjaan, akan diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 98
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan wanita untuk
melakukan pekerjaan :
a. di dalam tambang bawah
tanah, lubang di bawah
permukaan tanah, tempat
mengambil mineral logam dan
bahan-bahan galian lainnya
dalam lubang atau
terowongan di bawah tanah
termasuk dalam air;
b. pada tempat kerja yang
dapat membahayakan
keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, dan yang tidak
sesuai dengan kodrat, harkat,
dan martabat pekerja wanita;
c. pada waktu tertentu malam
hari.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal :
a. mengikuti pendidikan dan
pelatihan kerja;
b. melakukan pekerjaan yang
sifat pekerjaannya sewaktu-
waktu harus turun di bagian-
bagian tambang bawah tanah;
c. melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan
pelayanan kepentingan dan
kesejahteraan umum.
(3) Dalam hal jenis dan
tempat pekerjan
mengharuskan dilakukan pada
malam hari, maka pengusaha
diwajibkan memperoleh izin.
(4) Jenis, tempat pekerjaan,
persyaratan, dan tata cara
perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
(5) Ketentuan mengenai
tempat kerja yang
membahayakan keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan,
serta pekerjaan yang tidak
sesuai dengan kodrat, harkat,
dan martabat, dan bekerja
pada waktu tertentu malam
hari sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan
huruf c, dan pekerjaan yang
berhubungan dengan
pelayanan kepentingan dan
kesejahteraan umum
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
Pasal 99
Untuk melindungi
keselamatan dan kesehatan,
pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja
wanita yang sedang hamil
dan/atau sedang menyusui
pada waktu tertentu malam
hari.
Pasal 100
(1) Setiap pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan
waktu kerja bagi pekerja yang
dipekerjakan.
(2) Waktu kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. waktu kerja siang hari :
a.1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari
dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau
a.2. 8 (delapan) jam 1 (satu)
hari dan 40 (empat puluh) jam
1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
b. waktu kerja malam hari :
b.1. 6 (enam) jam 1 (satu) hari
dan 35 (tiga puluh lima) jam 1
(satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau
b.2. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari
dan 35 (tiga puluh lima) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
(3) Dalam hal pengusaha
mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja
sebagaimana diamksud pada
ayat (2), pengusaha wajib
membayar upah waktu kerja
lembur kepada pekerjanya.
(4) Waktu kerja lembur
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) hanya dapat
dilakukan paling banyak :
a. 3 (tiga) jam dalam 1 (satu)
hari dan 14 (empat belas) jam
dalam 1 (satu) minggu;
b. 8 (delapan) jam dalam 1
(satu) hari waktu kerja siang
hari untuk melakukan
pekerjaan pada waktu
istirahat mingguan atau hari
libur resmi yang ditetapkan;
atau
c. 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu)
hari waktu kerja malam hari
untuk melakukan pekerjaan
pada waktu istirahat
mingguan atau hari libur
resmi yang ditetapkan.
Pasal 101
Ketentuan mengenai
mempekerjakan pekerja
wanita yang sedang hamil
dan/atau sedang menyusui
pada waktu tertentu malam
hari sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 99, dan
mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 100 ayat (3) dan ayat (4)
serta waktu kerja pada
sektor-sektor usaha tertentu,
diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Pasal 102
(1) Setiap pekerja berhak
untuk mendapatkan waktu
istirahat kerja.
(2) Waktu istirahat kerja
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja,
sekurang-kurangnya setengah
jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus,
dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan,
sekurang-kurangnya 1 (satu)
hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. istirahat tahunan, sekurang-
kurangnya 12 (dua belas) hari
kerja untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 10 (sepuluh) hari kerja
untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu,
setelah pekerja yang
bersangkutan bekerja selama
12 (dua belas) bulan secara
terus menerus:
d. istirahat sepatutnya untuk
menjalankan kewajiban/
menunaikan ibadah menurut
agamanya.
(3) Waktu istirahat
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c
pelaksanaannya dilakukan
berdasarkan kesepakatan
antara pekerja dan
pengusaha.
(4) Ketentuan mengenai
istirahat tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf
c, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 103
(1) Selain ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102 setiap pekerja
berhak untuk mendapatkan
istirahat panjang paling lama
3 (tiga) bulan setelah bekerja
secara terus menerus selama
6 (enam) tahun di suatu
perusahaan atau kelompok
perusahaan yang mampu.
(2) Ketentuan mengenai
perusahaan yang mampu
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 104
(1) Pekerja wanita tidak boleh
diwajibkan bekerja pada hari
pertama dan kedua waktu
haid.
(2) Pekerja wanita yang masih
menyusui harus diberi
kesempatan sepatutnya untuk
menyusukan bayinya pada jam
kerja.
(3) Pekerja wanita harus diberi
istirahat selama satu bulan
sebelum saatnya menurut
perhitungan dokter/bidan
melahirkan anak dan dua
bulan sesudah melahirkan.
(4) Pekerja wanita yang
mengalami gugur kandungan
diberi istirahat selama satu
setengah bulan.
(5) Waktu istirahat sebelum
saat pekerja wanita menurut
perhitungan dokter/bidan
melahirkan anak, dapat
diperpanjang sampai selama-
lamanya 3 (tiga) bulan, jika
dalam suatu keterangan
dokter dinyatakan bahwa
dalam hal itu perlu untuk
menjaga kesehatannya.
(6) Ketentuan mengenai
pelaksanaan waktu istirahat
bagi pekerja wanita
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 105
(1) Pengusaha harus
menyediakan fasilitas bagi
pekerja wanita di lingkungan
perusahaan untuk
menyusukan bayinya.
(2) Ketentuan mengenai
fasilitas menyusui bayi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 106
Setiap pekerja yang
menjalankan haknya untuk
melaksanakan waktu istirahat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102 ayat (2) huruf b dan
huruf c. Pasal 103 ayat (1),
dan Pasal 104, berhak
mendapat upah penuh.
Pasal 107
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja pada
hari-hari libur resmi.
(2) Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi
pengusaha yang
mempekerjakan pekerjanya
untuk melakukan pekerjaan
yang sifat pekerjaannya harus
dilaksanakan atau dijalankan
secara terus menerus.
(3) Setiap pekerja yang
melakukan pekerjaan pada
hari libur resmi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berhak mendapatkan upah
lembur.
(4) Ketentuan mengenai jenis,
sifat, kriteria pekerjaan, dan
pengaturan kerja bagi pekerja
dan pada hari libur resmi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 108
(1) Setiap pekerja mempunyai
hak untuk memperoleh
perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan
kerja;
b. moral dan kesusilaan;
c. perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi
kesehatan pekerja guna
mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal
diselenggarakan upaya
kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
Back to Undang-undang
Ketenagakerjaan Main Page
KETENAGAKERJAAN
BAB VII
PERLINDUNGAN,
PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN
Bagian Kesatu
Perlindungan
Pasal 95
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan anak.
(2) Tidak dianggap sebagai
mempekerjakan anak
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) apabila :
a. pekerjaan yang dilakukan
semata-mata oleh anggota
satu keluarga yang sama;
b. pekerjaan untuk keperluan
rumah dan halaman,
sepanjang dilakukan oleh
anggota keluarga secara
gotong royong menurut
kebiasaan setempat;
c. pekerjaan yang dilakukan
oleh siswa sekolah teknik dan
kejuruan untuk umum yang
diawasi oleh Pemerintah;
d. pekerjaan di rumah
penampungan baik milik
Pemerintah maupun swasta,
usaha-usaha sosial atau
yayasan, dan Balai
Pemasyarakatan Anak.
Pasal 96
(1) Larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 tidak
berlaku bagi anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja.
(2) Bagi pengusaha yang
mempekerjakan anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib
memberikan perlindungan.
(3) Perlindungan anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a. tidak mempekerjakan anak
lebih dari 4 (empat) jam
sehari;
b. tidak mempekerjakan anak
antara pukul 18.00 sampai
pukul 06.00;
c. memberikan upah sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku sebanding dengan jam
kerjanya;
d. tidak mempekerjakan anak
dalam tambang bawah tanah,
lubang di bawah permukaan
tanah, tempat mengambil
mineral logam dan bahan-
bahan galian lainnya dalam
lubang atau terowongan di
bawah tanah termasuk dalam
air;
e. tidak mempekerjakan anak
pada tempat-tempat dan/atau
menjalankan pekerjaan yang
sifat pekerjaannya dapat
membahayakan kesusilaan,
keselamatan, dan kesehatan
kerjanya;
f. tidak mempekerjakan anak
di pabrik di dalam ruangan
tertutup yang menggunakan
alat bermesin;
g. tidak mempekerjakan anak
pada pekerjaan konstruksi
jalan, jembatan, bangunan air,
dan bangunan gedung; dan
h. tidak mempekerjakan anak
pada pemuatan,
pembongkaran, dan
pemindahan barang di
pelabuhan, dermaga,
galangan kapal, stasiun,
tempat pemberhentian dan
pembongkaran muatan, serta
di tempat penyimpanan
barang atau gudang.
(4) Ketentuan mengenai
pekerjaan yang berbahaya
lainnya dan tata cara
mempekerjakan anak yang
karena alasan tertentu
terpaksa bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 97
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan orang muda
untuk melakukan pekerjaan :
a. di dalam tambang bawah
tanah, lubang di bawah
permukaan tanah, tempat
mengambil mineral logam dan
bahan-bahan galian lainnya
dalam lubang atau
terowongan di bawah tanah
termasuk dalam air ;
b. pada tempat-tempat kerja
tertentu yang dapat
membahayakan kesusilaan,
keselamatan, dan kesehatan
kerja;
c. pada waktu tertentu malam
hari.
(2) Larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal orang
muda :
a. mengikuti pendidikan dan
pelatihan kerja;
b. melakukan pekerjaan yang
sifat pekerjaannya sewaktu-
waktu harus turun di bagian-
bagian tambang dan lubang di
dalam permukaan tanah.
(3) Ketentuan mengenai
larangan orang muda yang
bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf b, dan ketentuan
mengenai waktu tertentu
malam hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf
c yang berhubungan dengan
jenis pekerjaan, akan diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 98
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan wanita untuk
melakukan pekerjaan :
a. di dalam tambang bawah
tanah, lubang di bawah
permukaan tanah, tempat
mengambil mineral logam dan
bahan-bahan galian lainnya
dalam lubang atau
terowongan di bawah tanah
termasuk dalam air;
b. pada tempat kerja yang
dapat membahayakan
keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, dan yang tidak
sesuai dengan kodrat, harkat,
dan martabat pekerja wanita;
c. pada waktu tertentu malam
hari.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal :
a. mengikuti pendidikan dan
pelatihan kerja;
b. melakukan pekerjaan yang
sifat pekerjaannya sewaktu-
waktu harus turun di bagian-
bagian tambang bawah tanah;
c. melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan
pelayanan kepentingan dan
kesejahteraan umum.
(3) Dalam hal jenis dan
tempat pekerjan
mengharuskan dilakukan pada
malam hari, maka pengusaha
diwajibkan memperoleh izin.
(4) Jenis, tempat pekerjaan,
persyaratan, dan tata cara
perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
(5) Ketentuan mengenai
tempat kerja yang
membahayakan keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan,
serta pekerjaan yang tidak
sesuai dengan kodrat, harkat,
dan martabat, dan bekerja
pada waktu tertentu malam
hari sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan
huruf c, dan pekerjaan yang
berhubungan dengan
pelayanan kepentingan dan
kesejahteraan umum
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
Pasal 99
Untuk melindungi
keselamatan dan kesehatan,
pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja
wanita yang sedang hamil
dan/atau sedang menyusui
pada waktu tertentu malam
hari.
Pasal 100
(1) Setiap pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan
waktu kerja bagi pekerja yang
dipekerjakan.
(2) Waktu kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. waktu kerja siang hari :
a.1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari
dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau
a.2. 8 (delapan) jam 1 (satu)
hari dan 40 (empat puluh) jam
1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
b. waktu kerja malam hari :
b.1. 6 (enam) jam 1 (satu) hari
dan 35 (tiga puluh lima) jam 1
(satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau
b.2. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari
dan 35 (tiga puluh lima) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
(3) Dalam hal pengusaha
mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja
sebagaimana diamksud pada
ayat (2), pengusaha wajib
membayar upah waktu kerja
lembur kepada pekerjanya.
(4) Waktu kerja lembur
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) hanya dapat
dilakukan paling banyak :
a. 3 (tiga) jam dalam 1 (satu)
hari dan 14 (empat belas) jam
dalam 1 (satu) minggu;
b. 8 (delapan) jam dalam 1
(satu) hari waktu kerja siang
hari untuk melakukan
pekerjaan pada waktu
istirahat mingguan atau hari
libur resmi yang ditetapkan;
atau
c. 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu)
hari waktu kerja malam hari
untuk melakukan pekerjaan
pada waktu istirahat
mingguan atau hari libur
resmi yang ditetapkan.
Pasal 101
Ketentuan mengenai
mempekerjakan pekerja
wanita yang sedang hamil
dan/atau sedang menyusui
pada waktu tertentu malam
hari sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 99, dan
mempekerjakan pekerja
melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 100 ayat (3) dan ayat (4)
serta waktu kerja pada
sektor-sektor usaha tertentu,
diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Pasal 102
(1) Setiap pekerja berhak
untuk mendapatkan waktu
istirahat kerja.
(2) Waktu istirahat kerja
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja,
sekurang-kurangnya setengah
jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus,
dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan,
sekurang-kurangnya 1 (satu)
hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. istirahat tahunan, sekurang-
kurangnya 12 (dua belas) hari
kerja untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 10 (sepuluh) hari kerja
untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu,
setelah pekerja yang
bersangkutan bekerja selama
12 (dua belas) bulan secara
terus menerus:
d. istirahat sepatutnya untuk
menjalankan kewajiban/
menunaikan ibadah menurut
agamanya.
(3) Waktu istirahat
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c
pelaksanaannya dilakukan
berdasarkan kesepakatan
antara pekerja dan
pengusaha.
(4) Ketentuan mengenai
istirahat tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf
c, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 103
(1) Selain ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102 setiap pekerja
berhak untuk mendapatkan
istirahat panjang paling lama
3 (tiga) bulan setelah bekerja
secara terus menerus selama
6 (enam) tahun di suatu
perusahaan atau kelompok
perusahaan yang mampu.
(2) Ketentuan mengenai
perusahaan yang mampu
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 104
(1) Pekerja wanita tidak boleh
diwajibkan bekerja pada hari
pertama dan kedua waktu
haid.
(2) Pekerja wanita yang masih
menyusui harus diberi
kesempatan sepatutnya untuk
menyusukan bayinya pada jam
kerja.
(3) Pekerja wanita harus diberi
istirahat selama satu bulan
sebelum saatnya menurut
perhitungan dokter/bidan
melahirkan anak dan dua
bulan sesudah melahirkan.
(4) Pekerja wanita yang
mengalami gugur kandungan
diberi istirahat selama satu
setengah bulan.
(5) Waktu istirahat sebelum
saat pekerja wanita menurut
perhitungan dokter/bidan
melahirkan anak, dapat
diperpanjang sampai selama-
lamanya 3 (tiga) bulan, jika
dalam suatu keterangan
dokter dinyatakan bahwa
dalam hal itu perlu untuk
menjaga kesehatannya.
(6) Ketentuan mengenai
pelaksanaan waktu istirahat
bagi pekerja wanita
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 105
(1) Pengusaha harus
menyediakan fasilitas bagi
pekerja wanita di lingkungan
perusahaan untuk
menyusukan bayinya.
(2) Ketentuan mengenai
fasilitas menyusui bayi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 106
Setiap pekerja yang
menjalankan haknya untuk
melaksanakan waktu istirahat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102 ayat (2) huruf b dan
huruf c. Pasal 103 ayat (1),
dan Pasal 104, berhak
mendapat upah penuh.
Pasal 107
(1) Setiap pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja pada
hari-hari libur resmi.
(2) Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi
pengusaha yang
mempekerjakan pekerjanya
untuk melakukan pekerjaan
yang sifat pekerjaannya harus
dilaksanakan atau dijalankan
secara terus menerus.
(3) Setiap pekerja yang
melakukan pekerjaan pada
hari libur resmi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berhak mendapatkan upah
lembur.
(4) Ketentuan mengenai jenis,
sifat, kriteria pekerjaan, dan
pengaturan kerja bagi pekerja
dan pada hari libur resmi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 108
(1) Setiap pekerja mempunyai
hak untuk memperoleh
perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan
kerja;
b. moral dan kesusilaan;
c. perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi
kesehatan pekerja guna
mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal
diselenggarakan upaya
kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
Back to Undang-undang
Ketenagakerjaan Main Page
