HUBUNGAN KERJA ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

HUBUNGAN KERJA ANTARA
PENGUSAHA DAN PEKERJA
BESERTA SIFATNYA
Oleh : Amran Simanjuntak
Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah
hubungan (hukum) antara
pengusaha dengan dengan
pekerja/buruh (karyawan)
berdasarkan Perjanjian Kerja.
Dengan demikian, hubungan
kerja tersebut adalah
merupakan sesuatu yang
abstrak, sedangkan perjanjian
kerja adalah sesuatu yang
konkrit, nyata. Dengan adanya
perjanjian kerja, maka akan
lahir perikatan. Dengan
perkataan lain, perikatan yang
lahir karena adanya perjanjian
kerja inilah yang merupakan
hubungan kerja. Menurut UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, unsur-
unsurhubungan kerja terdiri
dari adanya pekerjaan, adanya
perintah dan adanya upah
(Pasal 1 angka 15 UUK).
Sedangkan hubungan bisnis
adalah hubungan yang
didasarkan pada hubungan
kemitraan atau hubungan
keperdataan (bugerlijke
maatschap, partnership
agreement.).
Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja adalah
perjanjian yang dibuat antara
pekerja/buruh (P/B, karyawan)
dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memenuhi
syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban para pihak (Pasal 1
angka 14 UUK). Perjanjian
kerja dapat dibuat secara lisan
(Pasal 51 ayat (1) UUK).
Syarat sahnya perjanjian kerja,
mengacu pada sayarat sahnya
perjanjian (perdata) pada
umumnya, yakni :
a. adanya kesepakatan antara
para pihak (tidak ada dwang-
paksaan, dwaling-penyesatan/
kekhilafan atau bedrog-
penipuan):
b. pihak-pihak yang
bersangkutan mempunyai
kemampuan atau kecakapan
untuk (bertindak) melakukan
perbuatan hukum(cakap usia
dan tidak dibawah perwalian/
pengampuan);
c. ada (obyek) pekerjaan yang
diperjanjikan; dan
d. (causa) pekerjaan yang
diperjanjikan tersebut tidak
bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan
dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (pasal
52 ayat (1) UUK).
Apabila perjanjian kerja yang
dibuat oleh pihak-pihak tidak
memenuhi 2 syarat awal
sahnya (perjanjian kerja)
sebagaimana tersebut yakni
tidak ada kesepakatan dan
ada pihak yang tidak cakap
untuk bertindak, maka
perjanjian kerja dapat
dibatalkan. Sebaliknya apabila
perjanjian kerja dibuat tidak
memenuhi 2 syarat terakhir
sahnya (perjanjian kerja) yakni
obyek (pekerjaannya) tidak
jelas dan causanya tidak
memenuhi ketentuan, maka
perjanjiannya batal demi
hukum (null and void).
Sebagai perbandingan, dalam
Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUH Perdata,
Burgerlijke Wetbook),
pengertian perjanjian kerja
(arbeidsovereenkomst)
terdapat dalam Pasal 1601 a
yaitu suatu perjanjian dimana
pihak yang satu-buruh,
mengikatkan diri untuk
bekerja pada pihak yang lain-
majikan, selama waktu
tertentu dengan menerima
upah. Pengertian tersebut
terkesan hanya sepihak saja,
yaitu hanya buruh yang
mengikatkan diri untuk
bekerja pada majikan
(pengusaha). Oleh karenanya,
Para Pakar ketenagakerjaan
berpendapat bahwa perjanjian
kerja seharusnya adalah suatu
perjanjian dimana pihak yang
satu (buruh) mengikatkan diri
untuk bekerja pada pihak lain
(majikan) selama suatu waktu
tertentu dengan menerima
upah dan pihak lain (majikan)
selama suatu waktu tertentu
dengan menerima upah dan
pihak lain (majikan)
mengikatkan diri untuk
mempekerjakan pihak yang
satu (buruh) dengan
membayar upah.
Sementara pendapat lain
memberikan pengertian,
perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian antara seorang
majikan yang ditandai dengan
ciri-ciri adanya upah atau gaji
tertentu, adanya suatu
hubungan atas bawah
(dietsverhouding) yakni suatu
hubungan atas dasar pihak
yang satu, majikan berhak
memberikan perintah yang
harus ditaati oleh pihak
lainnya.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa dalam
perjanjian kerja,setidak-
tidaknya mengandung 4 unsur,
yakni ada unsur pekerjaan,
ada upah, dan ada (dibawah)
perintah serta ada waktu
tertentu.
Jenis Hubungan Kerja
Sesuai dengan kondisi dan
sasaran yang akan dicapai
dalam kurun waktu yang
berbeda, jenis jenis pekerjaan
dapat dibedakan dalam 2
bentuk, yakni : pertama,
pekerjaan yang dilakukan
secara berulang atau
pekerjaan yang dilakukan
secara terus menerus dalam
jangka waktu yang tidak
tertentu, dan kedua,
pekerjaan yang menurut sifat
dan jenis serta tuntutan
kegiatannya perlu dilakukan
dalam jangka waktu tertentu
yang relative pendek.
Pekerjaan seperti (jenis yang
terakhir itu dapat dikelola
sendiri atau diborongkan
kepada orang lain, kelompok
atau unit usaha lain.
Berdasarkan hal tersebut di
atas, terdapat 2 macam
hubungan kerja yakni :
Hubungan Kerja berdasarkan
Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT)*, PKWT ini
dapat didasarkan atas, jangka
waktu tertentu atau selesainya
suatu (paket) pekerjaan
tertentu.
2. Hubungan Kerja
berdasarkan Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT). Kedua jenis
hubungan kerja ini akan
dibahas pada bagian
berikutnya.
PERJANJIAN KERJA WAKTU
TERTENTU
Pengertian
Perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT) adalah
perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu
tertentu atau untuk pekerjaan
tertentu yang bersifat
sementara (Pasal 1 angka 1
Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP 100/MEN/VI/2004 tentang
Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, selanjutnya disebut
Kepmen 100/2004.
Pengertian tersebut
sependapat dengan pendapat
Prof. Payaman Simanjuntak
bahwa PKWT adalah perjanjian
kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk
melaksanakan pekerjaan yang
diperkirakan selesai dalam
waktu tertentu yang relatif
pendek yang jangka waktunya
paling lama 2 tahun,dan hanya
dapat diperpanjang satu kali
untuk paling lama sama
dengan waktu perjanjian kerja
pertama, dengan ketentuan
seluruh (masa) perjanjian
tidak boleh melebihi tiga
tahun lamanya. Lebih lanjut
dikatakan, bahwa PKWT
dibuat untuk jangka waktu 1
(satu) tahun, maka hanya
dapat diperpanjang satu kali
denan jankga waktu
(perpanjangan) maksimum 1
(satu) tahun. Jika PKWT dibuat
untuk 1 1/2 tahun, maka dapat
diperpanjang 1/2 tahun.
Demikian juga apabila PKWT
untuk 2 tahun, hanya dapat
diperpanjang 1 tahun sehingga
seluruhnya maksimum 3
tahun .
PKWT adalah perjanjian
bersayarat, yakni (antara lain)
dipersyaratkan bahwa harus
dibuat tertulis dan dibuat
dalam bahasa Indonesia,
dengan ancaman bahwa
apabila tidak dibuat secara
tertulis dan tidak dibuat
dengan bahasa Indonesia,
maka dinyatakan (dianggap)
sebagai PKWTT (pasal 57 ayat
(2) UUK). PKWT tidak dapat
(tidak boleh) dipersyaratkan
adanya masa percobaan
(probation), dan apabila dalam
perjanjiannya terdapat/
diadakan(klausul) masa
percobaan dalam PKWT
tersebut, maka klausul
tersebut dianggap sebagai
tidak pernah ada (batal demi
hukum). Dengan demikian
apabila dilakukan pengakhiran
hubungan kerja (pada PKWT)
karena alasan masa
percobaan, maka pengusaha
dianggap memutuskan
hubungan kerja sebelum
berakhirnya perjanjian kerja.
Dan oleh karena pengusaha
dapat dikenakan sanksi untuk
membayar ganti kerugian
kepada pekerja/buruh sebesar
upah pekerja/buruh sampai
batass waktu berakhirnya
jangka waktu perjajian kerja.
PKWT tidak dapat diadakan
untuk pekerjaan yang bersifat
tetap, tetapi PKWT hanya
dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis
dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai
dalam waktu tertentu (UUK
No. 13 Tahun 2003 pasal 59
ayat (2) dan (3) yakni :
pekerjaan (paket) yang sekali
selesai atau pekerjaan yang
bersifat sementara.
pekerjaan yang (waktu)
penyelesaiannya diperkirakan
dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3
tahun khususnya untuk PKWT
berdasarkan selesainya
(paket) pekerjaan tertentu.
Pekerjaan yang bersifat
musiman, atau
Pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan
(yang masih dalam masa
percobaan atau penjajakan).
PKWT yang didasarkan pada
paket pekerjaan yang sekali
selesai atau pekerjaan yang
bersifat sementara serta
pekerjaan yang (waktu)
penyelesaiannya diperkirakan
dalam waktu yang tidak
terlalu lama, adalah PKWT
yang didasarkan atas
selesainya pekerjaan tertentu.
Dalam PKWT yang didasarkan
atas selesainya pekerjaan
tertentu tersebut, dibuat
hanya untuk paling lama 3
tahun, dan dalam
perjanjiannya harus
dicantumkan batasan (paket)
pekerjaan dimaksud sampai
sejauhmana dinyatakan
selesai. Apabila pekerjaan
tertentu yang diperjanjikan
tersebut, dapat diselesaikan
lebih awal dari yang
diperjanjikan, maka PKWT
berakhir atau putus demi
hukum. Dengan kata lain,
perjanjian berakhir dengan
sendirinya pada saat
selesainya pekerjaan.
PKWT untuk pekerjaan yang
bersifat musiman, adalah
pekerjaan yang dalam
pelaksanaannya tergantung
pada musim atau cuaca
tertentu yang hanya dapat
dilakukan untuk satu jenis
pekerjaan pada musim
tertentu. Demikian juga untuk
pekerjaan yang harus
dilakukan untuk memenuhi
pesanan atau target tertentu
dikategorikan sebagai
pekerjaan musiman. Namun
hanya dapat dilakukan bagi
pekerja/buruh yang
melakukan pekerjaan
tambahan (Pasal 5).
Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh
berdasarkan PKWT yang
bersifat musiman,
pelaksanaannya dilakukan
dengan membuat Daftar
Nama-nama pekerja/buruh
yang melakukan pekerjaan
(pasal 6).
PKWT untuk pekerjaan-
pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru kegiatan
baru, kegiatan baru atau
produk tambahan yang masih
dalam (masa) percobaan atau
penjajakan dijelaskan lebih
lanjut dalam Kepmen 100/2004
bahwa PKWT tersebut hanya
dapat dilakukan untuk jangka
waktu paling lama 2 tahun dan
dapat diperpanjang untuk satu
kali perpanjangan dalam masa
satu tahun. PKWT untuk
pekerjaan-pekerjaan yang
berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru atau
produk tambahan yang masih
dalam (masa) percobaan atau
penjajakan tersebut hanya
boleh dilakukan oleh pekerja/
buruh yang melakukan
pekerjaan di luar kegiatan
atau di luar pekerjaan yang
biasa dilakukan perusahaan.
Disamping beberapa jenis
PKWT tersebut diatas, dalam
praktek sehari-hari, dikenal
juga perjanjian kerja harian
lepas. Pekerjaan-pekerjaan
tertentu yang berubah-ubah
dalam hal waktu dan volume
pekerjaan serta (pembayaran)
upah yang didasarkan pada
kehadiran, dapat dilakukan
melalui perjanjian kerja harian
lepas tersebut. Pelaksanaan
perjanjian kerja harian lepas
dilakukan apabila pekerja/
buruh bekerja kurang dari 21
(duapuluh satu) hari (kerja)
dalam satu bulan.
Namun apabila pekerja/buruh
bekerja terus menerus
melebihi 21 hari kerja selama
3 bulan berturut-turut atau
lebih, maka status perjanjian
kerja harian lepas berubah
menjadi PKWTT, perjanjian
kerja harian lepas adalah
merupakan pengecualian (lex
specialis) dari ketentuan
(khususnya mengenai) jangka
waktu sebagaimana tersebut
diatas.
Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh
pada pekerjaaan-pekerjaan
tertentu secara harian lepas,
wajib membuat perjanjian
kerja harian lepas secara
tertulis. Perjanjian kerja
dimaksud, dapat dibuat secara
kolektif dengan membuat
daftar pekerja/buruh yang
melakukan pekerjaan, dengan
materi perjanjian, berisi
sekurang-kurangnya :
nama/alamat perusahaanatau
pemberi kerja;
nama/alamat pekerja/buruh
jenis pekerjaan yang
dilakukan;
besarnya upah dan /atau
imbalan lainnya.
Daftar pekerja/buruh tersebut
disampaikan kepada instansi
yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan
kabupaten/Kota setempat,
selambat-lambatnya 7 hari
kerja sejak mempekerjakan
pekerja/buruh.
Perpanjangan dan
Pembaharuan PKWT
Sebagaimana dikemukakan
pada bagian awal, bahwa
PKWT dapat didasarkan atas
jangka waktu tertentu, dan
dapat didasarkan atas paket
pekerjaan tertentu. PKWT
yang didasarkan atas paket
pekerjaan terentu, dibuat
hanya maksimum 3 tahun.
PKWT yang didsarkan atas
suatu (paket) pekerjaan
tertentu tersebut tidak dapat
diperpanjang atau
diperbaharui (Pasal 59 ayat (1)
huruf b UUK).
Sebaliknya, PKWT yang
didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diadakan untuk
(pertama kali) paling lama 2
tahun kemudian boleh
diperpanjang (hanya) 1 kali
untuk jangka waktu paling
lama 1 tahun (Pasal 59 ayat (4)
UUK).
Berkaitan dengan
pembaharuan PKWT, apabila
PKWT diperbaharui, maka
pembaharuan tersebut hanya
dapat dilakukan setelah
melalui “masa jeda” dengan
tenggang waktu (sekurang-
kurangnya) 30 hari sejak
berakhirnya PKWT yang lama
(pertama), dan perbaruan ini
hanya boleh dilakukan 1 kali
untuk itu jangka waktu paling
lama 2 tahun.
Dalam kaitan dengan PKWT
dibuat atas dasar selesainya
(paket) pekerjaan tertentu,
yang karena ada alasan
kondisi tertentu, sehingga
pekerjaan (ternyata) belum
dapat diselesaikan, maka
dapat dilakukan pembaharuan
PKWT. Pembaharuan PKWT
bisa dilakukan setelah
melebihi masa tenggang
(masa jeda) 30 hari setelah
berakhirnya perjanjian.
Pembaharuan dan tenggang
waktu (jeda) mana, dapat
diatur dan diperjanjikan lain
(Pasal 5 KEP-100).
Selanjutnya PKWT untuk
pekerjaan yang bersifat
musiman, tidak dapat
dilakukan pembaruan.
Demikian juga PKWT untuk
pekerjaan-pekerjaan yang
berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru atau
produk tambahan yang masih
dalam (masa) percobaan atau
penjajakan juga tidak dapat
dilakukan pembaruan.
Apabila beberapa syarat
PKWT seperti (antara lain)
perpanjangan, pembaruan
jenis dan spesifikasi, tidak
diindahkan, maka demi hukum
hubungan kerja akan berubah
menjadi hubungan kerja
menurut PKWTT. Jika terjadi
perubahan hubungan kerja
menjadi PKWTT maka berarti
pekerja/buruh berhak atas
uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja uang
penggantian hak.
Persoalannya sejak kapan
perhitungan masa kerjanya?
Apabila yang dilanggar adalah
jenis dan sifat pekerjaannya,
maka masa kerjanya dihitung
sejak terjadinya hubungan
kerja. Apabila yang dilanggar
adalah ketentuan mengenai
jangka waktu perpanjangan
atau pembaruan, maka masa
kerja dihitung sejak adanya
pelanggaran mengenai jangka
waktu tersebut.
Sanksi Wanprestasi dalam
PKWT
PKWT berakhir pada saat
berakhirnya jangka waktu
yang ditentukan dalam klausul
perjanjian kerja tersebut.
Apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja
sebelum waktunya berakhir
atau sebelum paket pekerjaan
tertentu yang ditentukan
dalam perjanjian kerja selesai,
atau berakhirnya hubungan
kerja bukan karena pekerja/
buruh meninggal, dan bukan
karena berakhirnya perjanjian
kerja (PKWT) berdasarkan
putusan pengadilan/lembaga
PPHI, atau bukan karena
adanya keadaan-keadaan
(tertentu), maka pihak yang
mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar upah
pekerja/buruh sampai batas
waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja (Pasal
162).
PKWT untuk Sektor Usaha/
Pekerjaan Tertentu
Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dapat
menetapkan (dengan
Kepmenakertrans) tersendiri
ketentuan PKWT-Khusus untuk
sektor usaha dan / atau
pekerjaan tertentu, seperti
pada sektor Minyak dan Gas
Bumi yang diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Waktu Tertentu pada
Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi.
PERJANJIAN KERJA WAKTU
TIDAK TERTENTU
Perjanjian kerja waktu tidak
tertentu (PKWTT) adalah
perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan
Pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja yang bersifat
tetap. Pada PKWTT ini dapat
disyaratkan adanya masa
pecobaan (maksimal 3 bulan).
Pekerja/buruh yang
dipekerjakan dalam masa
percobaan upahnya harus
minimal sesuai dengan upah
minimum yang belaku.