UNDANG-UNDANG
KETENAGAKERJAAN
BAB VIII
PELATIHAN KERJA
Pasal 119
Pelatihan kerja
diselenggarakan dan
diarahkan untuk membekali
dan/atau meningkatkan dan/
atau mengembangkan
keterampilan atau keahlian
kerja guna meningkatkan
kemampuan, produktivitas,
dan kesejahteraan tenaga
kerja.
Pasal 120
(1) Pelatihan kerja
dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan
pasar kerja dan dunia usaha,
baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja.
(2) Pelatihan kerja
diselenggarakan berdasarkan
program pelatihan yang
mengacu pada standar
kualifikasi keterampilan atau
keahlian.
(3) Pelatihan kerja dilakukan
secara berjenjang.
Pasal 121
Setiap tenaga kerja berhak
untuk memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau
mengembangkan
keterampilan dan/atau
keahlian kerja sesuai dengan
bakat, minat, dan
kemampuannya melalui
pelatihan kerja.
Pasal 122
(1) Setiap pekerja memiliki
kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan kerja
sesuai dengan bidang
tugasnya.
(2) Pengusaha bertanggung
jawab atas pemberian
kesempatan kepada
pekerjanya untuk
meningkatkan dan/atau
mengembangkan
keterampilan dan/atau
keahlian kerja melalui
pelatihan kerja.
Pasal 123
Pelatihan kerja
diselenggarakan oleh lembaga
pelatihan kerja pemerintah,
swasta, dan perusahaan yang
dilaksanakan di tempat kerja
dan tempat pelatihan kerja.
Pasal 124
(1) Pelatihan kerja yang
diselenggarakan oleh lembaga
pelatihan kerja swasta wajib
memperoleh izin Menteri.
(2) Untuk memperoleh izin
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), lembaga pelatihan
kerja swasta harus berbentuk
badan hukum Indonesia dan
mengikuti tata cara perizinan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Tata cara perizinan
penyelenggaraan pelatihan
kerja oleh lembaga pelatihan
kerja swasta ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 125
Penyelenggara pelatihan kerja
wajib memenuhi persyaratan :
a. tersedianya tenaga
kepelatihan;
b. tersedianya dana bagi
kelangsungan kegiatan
penyelenggaraan pelatihan
kerja;
c. kurikulum;
d. akreditasi;
e. sarana dan prasarana
pelatihan kerja.
Pasal 126
(1) Pemerintah dapat
menghentikan pelaksanaan
penyelenggaraaan pelatihan
kerja, apabila di dalam
pelaksanaannya ternyata :
a. tidak sesuai dengan arah
pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud dalam pasal 119;
b. tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 125.
(2) Penghentian pelaksanaan
penyelenggaraan pelatihan
kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat
mengakibatkan dicabutnya izin
penyelenggaraan pelatihan
kerja.
Pasal 127
(1) Tenaga kerja berhak
memperoleh pengakuan
kualifikasi keterampilan dan/
atau keahlian kerja setelah
mengikuti pelatihan kerja
yang diselenggarakan
Pemerintah, atau swasta, atau
perusahaan.
(2) Pengakuan kualifikasi
keterampilan atau keahlian
kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat 91), dilakukan
melalui sertifikat
keterampilan atau keahlian
kerja.
(3) Sertifikasi keterampilan
atau keahlian kerja
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dapat diikuti oleh
tenaga kerja yang
berpengalaman kerja.
(4) Untuk melaksanakan
sertifikasi keterampilan atau
keahlian kerja dibentuk
lembaga sertifikasi
berdasarkan profesi yang
unsurnya terdiri dari
Pemerintah, asosiasi profesi,
asosiasi perusahaan, serikat
pekerja, dan pakar di
bidangnya.
Pasal 128
Pelatihan kerja yang
pesertanya terdapat tenaga
kerja penyandang cacat
dilaksanakan dengan
memperhatikan jenis, derajat
kecacatan, dan kemampuan
tenaga kerja penyandang
cacat yang bersangkutan.
Pasal 129
Untuk mendukung
peningkatan pelatihan kerja
dalam rangka pembangunan
ketenagakerjaan,
dikembangkan sistem
pelatihan kerja nasional.
Pasal 130
Pemerintah melakukan
pembinaan program dan
informasi pelatihan kerja, baik
yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, swasta, maupun
perusahaan.
Pasal 131
(1) Untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja pada
pasar kerja dan dunia usaha,
pelatihan kerja dapat
diselenggarakan dengan
sistem pemagangan.
(2) Pemagangan dimaksudkan
untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan
keterampilan atau keahlian
kerja tenaga kerja dengan
bekerja secara langsung
dalam proses produksi barang
atau jasa di perusahaan.
Pasal 132
(1) Pemagangan diwajibkan
diselanggarakan berdasarkan
program pemagangan yang
disusun berdasarkan
persyaratan dan kualifikasi
jabatan.
(2) Program pemagangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat dilaksanakan
secara berjenjang sesuai
dengan jenjang jabatan dalam
perusahaan.
Pasal 133
(1) Pemagangan dilaksanakan
atas dasar perjanjian
pemagangan antara peserta
dan pengusaha.
(2) Perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sekurang-kurangnya
memuat ketentuan hak serta
kewajiban peserta dan
pengusaha serta jangka waktu
pemagangan.
(3) Pemagangan yang
diselenggarakan tidak melalui
perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dianggap tidak sah
dan status peserta dianggap
sebagai pekerja perusahaan.
Pasal 134
Tenaga kerja yang telah
mengikuti program
pemagangan berhak atas
pengakuan kualifikasi
keterampilan atau keahlian
kerja dari perusahaan atau
Pemerintah.
Pasal 135
Pemagangan dapat
dilaksanakan di perusahaan
sendiri maupun bekerjasama
dengan tempat
penyelenggaraan pelatihan
kerja atau perusahaan lain,
baik di dalam maupun di luar
wilayah Indonesia.
Pasal 136
(1) Pemagangan yang
dilaksanakan di luar wilayah
Indonesia harus mendapat izin
dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh izin
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), penyelenggara
pemagangan harus berbentuk
badan hukum Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Tata cara perizinan
pemagangan di luar wilayah
Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 137
(1) Penyelenggaraan
pemagangan ke luar wilayah
Indonesia wajib
memperhatikan :
a. harkat dan martabat
bangsa Indonesia;
b. penguasaan keterampilan
dan keahlian yang lebih tinggi;
c. perlindungan dan
kesejahteraan peserta
pemagangan.
(2) Pemerinatah dapat
menghentikan pelaksanaan
pemagangan ke luar wilayah
Indonesia apabila di dalam
pelaksanaannya ternyata
tidak sesuai dengan ketentuan
tersebut pada ayat (1).
Pasal 138
(1) Pemerintah dapat
mewajibkan kepada
perusahaan yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan
oleh Pemerintah untuk
melaksanakan pelatihan kerja
pemagangan.
(2) Dalam menetapkan
persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah harus
memperhatikan kepentingan
perusahaan.
Pasal 139
(1) Untuk memberikan saran
dan pertimbangan dalam
penetapan kebijakan pelatihan
kerja dan pemagangan
dibentuk Dewan Pelatihan
Kerja Nasional yang terdiri
dari unsur Tripartit yang
diperluas.
(2) Anggota Dewan Pelatihan
Kerja Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden.
Pasal 140
(1) Pembinaan pelatihan kerja
dan pemagangan ditujukan ke
arah peningkatan relevansi,
kualitas, dan efisiensi
penyelenggaraan pelatihan
kerja dan pemagangan dalam
rangka meningkatkan
produktivitas.
(2) Peningkatan produktivitas
sebagaimana dimaksud pada
yat (1), dilakukan melalui
pengembangan budaya
produktif, etos kerja,
teknologi, dan efisiensi
kegiatan ekonomi, menuju
terwujudnya produktivitas
nasional.
Pasal 142
Ketentuan mengenai :
a. tata cara penetapan
standar kualifikasi
keterampilan atau keahlian
kerja;
b. organisasi, tata kerja, dan
akreditasi lembaga sertifikasi
keterampilan atau keahlian
kerja;
c. bentuk, mekanisme, dan
kelembagaan sistem pelatihan
kerja nasional;
d. persyaratan perusahaan
yang diwajibkan
melaksanakan pemagangan.;
e. organisasi dan tata kerja
Dewan Pelatihan kerja
Nasional;
f. organisasi dan tata kerja
lembaga produktivitas
nasional;
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Back to Undang-undang
Ketenagakerjaan Main Page
UNDANG-UNDANG
KETENAGAKERJAAN
